Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya keberadaan Pasal 21 dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagai alat hukum yang efektif untuk menghadapi upaya menghalang-halangi proses penyidikan kasus korupsi.
“KPK juga beberapa kali menetapkan pihak-pihak tertentu dengan Pasal 21 atau pasal perintangan penyidikan ya, diantaranya kalau kita ingat terkait dengan perkara pengadaan E-KTP, kemudian perkara gratifikasi di Papua, di mana kemudian para tersangka yang saat itu kita tetapkan, kemudian divonis bersalah oleh majelis hakim,” ungkap Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu (Budi).
Ia menilai pasal tersebut sangat krusial dalam menjamin kelancaran proses hukum, sekaligus memperluas efek jera tak hanya bagi pelaku utama, tapi juga bagi pihak-pihak yang mencoba mengintervensi proses penyidikan.
“Tentu kita juga memandang urgensi dari pasal 21 ini untuk menjamin efektivitas proses penegakan hukum, sehingga tidak hanya untuk memberikan efek jera kepada para pelaku, tetapi juga kepada pihak-pihak yang diduga mencoba menghalang-halangi atau mengganggu proses hukum tersebut,” lanjutnya.
Di sisi lain, Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan tersebut tercatat dalam nomor perkara 130/PUU/PAN.MK/AP3/07/2025 dan diajukan pada 24 Juli 2025—sehari sebelum ia dijatuhi vonis pidana.
Kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, mengungkapkan bahwa permohonan ini didasari alasan bahwa ancaman pidana pada Pasal 21 dinilai lebih berat dibanding pasal-pasal korupsi utama lainnya, padahal sifatnya hanya sebagai pasal tambahan.
Seperti diketahui, pada Jumat (25/7/2025), majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Hasto dengan hukuman penjara selama 3,5 tahun karena terbukti menyuap anggota KPU Wahyu Setiawan guna meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR periode 2019–2024 lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Dalam sidang tersebut, Hasto dinyatakan bersalah dalam perkara suap, namun tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan sebagaimana didakwakan berdasarkan Pasal 21.
Meski lolos dari jerat pasal perintangan, gugatan Hasto terhadap ketentuan hukum itu menuai sorotan, terutama karena dinilai bisa membuka celah bagi pihak-pihak lain yang mencoba melemahkan efektivitas pemberantasan korupsi.