Roy Suryo Sentil Jokowi di Reuni UGM, Singgung Skripsi hingga Etika Pidato

Pakar telematika Roy Suryo. Foto: Istimewa

Jakarta – Pakar telematika Roy Suryo menanggapi kemunculan Presiden Joko Widodo dalam ajang Reuni Fakultas Kehutanan dan Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Sabtu, 26 Juli 2025. Ia menilai kehadiran Jokowi dalam acara tersebut tidak membawa dampak berarti dan justru memperkuat kecurigaan lama terkait keaslian ijazah kepala negara tersebut.

“Hal tersebut tidak berarti apa-apa. Toh dia datang masih laksana pejabat, bukan sebagai alumnus,” ujar Roy saat diwawancarai awak media pada hari yang sama.

Bacaan Lainnya

Roy menyoroti sejumlah hal yang menurutnya ganjil, termasuk penampilan Jokowi yang dianggap tidak selaras dengan peserta reuni lain, serta isi pidato yang dinilainya sarat narasi tanpa bukti sekaligus menyinggung pihak lain secara tidak pantas.

“Sangat tidak bagus mempermalukan orang, seperti Jambrung Saksono yang katanya tidak lulus sampai delapan kali, itu disebutkan di depan umum. Tidak etis,” tuturnya.

Dalam pidatonya, Jokowi menyebut sejumlah nama dosen pembimbing dan rekan saat Kuliah Kerja Nyata (KKN). Namun menurut Roy, hal itu tidak cukup membuktikan keaslian skripsi atau ijazah Presiden.

“Dia berusaha keras meyakinkan bahwa diuji oleh Ir. T Burhanudin dan Ir. Sofian Warsito, dengan pembimbing Prof. Dr. Ir. Achmad Sumitro. Tapi buat apa? Tanpa bukti tertulis, semua hanya narasi,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pernyataan Jokowi yang kembali menyebut Ir. Kasmudjo sebagai pembimbing skripsinya. Padahal, kata Roy, sosok tersebut telah secara terbuka menyatakan bukan dosen pembimbing Presiden.

Roy pun menyimpulkan bahwa kehadiran Jokowi dalam reuni tersebut tidak mengubah keyakinan publik terkait keotentikan ijazah yang telah lama menjadi perdebatan.

“Jadi kunjungan tadi tidak mengubah apa pun hasil hipotesis sebelumnya: skripsi 99,9% palsu, tidak akan bisa terbit ijazah asli,” tandas Roy.

Sementara itu, pihak Presiden melalui kuasa hukumnya, Rivai Kusumanegara, menanggapi permintaan gelar perkara khusus yang dilayangkan pihak Roy. Menurutnya, langkah tersebut terlalu dini.

“Menurut saya, ini terlalu dini karena penyidikan baru saja dimulai. Gelar perkara itu pada umumnya dilakukan untuk mengevaluasi jalannya penyidikan, dan biasanya diajukan saat penyidikan memasuki tahap akhir,” katanya, Selasa 22 Juli 2025.

Rivai menyatakan tetap menghormati upaya penasihat hukum pelapor, namun menilai langkah tersebut berpotensi mengganggu kelancaran proses hukum yang sedang berlangsung.

“Walaupun kami menghargai langkah penasihat hukum, tapi kami menduga ini hanya untuk mengulur proses penyidikan saja. Permintaan gelar perkara di awal proses seperti ini memang tidak lazim,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa pernyataan tersebut merupakan asumsi yang dilandasi dinamika umum dalam proses hukum.

“Kami menduganya demikian, karena memang tidak biasanya permintaan gelar perkara dilakukan di awal proses penyidikan,” imbuhnya.

Proses penyidikan atas kasus ini masih berjalan di bawah kewenangan aparat penegak hukum. Tim kuasa hukum Presiden berharap seluruh tahapan dapat dilalui secara objektif, tanpa ada intervensi atau manuver yang dapat menghambat penyelesaian perkara.

Pos terkait