Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menguasai lahan 81.793 hektare di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau. Ketua Pelaksana Satgas PKH sekaligus Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan, penguasaan kembali ini bertujuan agar puluhan ribu hektare lahan TNTN kembali menjadi kawasan konservasi bagi ekosistem di dalamnya.
“Karena itu telah dilakukan penguasaan seluas 81.793 ha. Dan ini tentunya akan diupayakan untuk kembali fungsinya menjadi hutan,” kata Febrie di Kejagung, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Febrie menjelaskan, kegiatan dalam penguasaan kembali lahan ini memiliki sejumlah kendala atau hambatan. Misalnya, banyak penolakan masyarakat yang tidak ingin direlokasi hingga adanya sertifikat hak milik (SHM) yang dinyatakan ilegal.
Namun demikian, Febrie mengatakan, pihaknya selalu mengedepankan tindakan humanis dalam penertibannya. Sementara itu, untuk SHM yang dinilai ilegal bakal ditangani langsung kementerian terkait.
“Dan di sana juga kita temukan ada sertifikat hak milik ilegal. Ini tentunya memerlukan proses penyesuaian hukum, Pak Menteri,” katanya.
Di samping itu, satgas bentukan Presiden Prabowo Subianto ini juga telah menguasai kembali Taman Nasional Kerinci Seblat seluas 101.105 ha.
“Ini sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO. Karena itu pula telah dilakukan penguasaan seluas 101.105 ha,” katanya.
Sebelumnya, Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin mengatakan, kawasan hutan TNTN Riau ini telah mengalami penyusutan dari luas kawasan hutan ±81.793 hektar, saat ini hanya tersisa ±12.561 hektar.
“Hal ini disebabkan oleh perambahan hutan yang merusak ekosistem dan fungsi hutan sebagai rumah satwa serta paru-paru dunia,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat 13 Juli 2025.
Dia mengungkap, terdapat sejumlah persoalan di kawasan hutan TNTN mulai dari perkebunan sawit yang menjadi sumber utama perekonomian masyarakat lokal. Kemudian, adanya dugaan Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu, penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di dalam kawasan hutan TNTN, serta dugaan tindak pidana korupsi oleh oknum aparat.
Selanjutnya, banyak masyarakat yang bermukim di TNTN merupakan pendatang dari luar daerah; adanya bangunan sarana dan prasarana di dalam kawasan hutan TNTN hingga persoalan terkait satwa langka.
“Permasalahan TNTN bukan hanya isu lingkungan hidup, tetapi juga mencakup permasalahan ekonomi dan sosial masyarakat,” ujarnya.