Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto optimistis Pemerintah Indonesia dapat membuktikan faktor kriminalitas ganda dalam kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Paulus Tannos. Kriminalitas ganda dalam konteks ekstradisi adalah prinsip yang menyatakan suatu perbuatan dapat dijadikan dasar permintaan ekstradisi jika perbuatan tersebut merupakan tindak pidana di negara yang meminta ekstradisi maupun di negara yang diminta melakukan ekstradisi.
“Mengacu pada kerja sama dan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan aparat penegak hukum lain, mayoritas masih optimistis Indonesia akan menang dalam sidang penangguhan penahanan. Sehingga Tannos akan segera diekstradisi ke Indonesia,” kata Setyo dalam keterangannya, Minggu (15/6/2025).
Dia mengatakan, Pemerintah Indonesia telah menyerahkan semua persyaratan dan dokumen yang diminta untuk proses ekstradisi Paulus Tannos. Ada pun yang akan menjadi keputusan dari pengadilan Singapura, lanjut dia, kembali pada sistem hukum yang berlaku di sana.
“Dari dokumen, surat, semuanya kami serahkan. (Kalau) kurang kami tambahin, masih butuh apa pun kami lengkapi,” katanya.
Terkait dengan alasan KPK menerapkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menurut pakar tidak diakui di Singapura, Setyo menjelaskan, penyidik KPK pasti melihat dari proses perkembangan pemeriksaan-pemeriksaan yang sebelumnya.
Setyo menegaskan, proses pengungkapan kasus megakorupsi e-KTP akan terus berlangsung dengan merujuk pada hasil persidangan terhadap tersangka-tersangka lain di kasus yang telah merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
“Dengan kondisi seperti itu, maka penyidik saat itu memutuskan pasal itulah yang tepat,” terangnya.
Setyo menegaskan, KPK akan berusaha membawa Tannos ke Indonesia. Menurut dia, pemulangan Tannos akan menjadi bahan evaluasi terkait efektif atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
“Ini merupakan ekstradisi yang pertama, mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud. Sehingga nanti mungkin bisa menjadi sebuah pembelajaran bahwa mungkin DPO (daftar pencarian orang) yang lain bisa akan lebih mudah kalau misalnya posisinya ketahuan dan ada di suatu negara, khususnya Singapura, untuk kami minta ekstradisi,” tuturnya.