Jakarta – Polemik terkait sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di laut Bekasi yang terletak di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat, terus bergulir. Bahkan, dua perusahaan yang memiliki sertifikat hak guna bangunan (SHGB) bakal dipanggil oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid.
Kedua perusahaan itu yakni PT Cikarang Listrindo (CL) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN). Selain kedua perusahaan itu, Nusron juga bakal memanggil PT Tunas.
Perusahaan tersebut diketahui telah melakukan reklamasi akan tetapi tidak memiliki SHGB. Alhasil, ketiga perusahaan itu bakal dipanggil Nusron pekan depan.
“Minggu depan akan kami panggil tiga PT yang di Bekasi. Yang pertama PT Tunas, ternyata dia sudah reklamasi duluan tapi ternyata belum mempunyai SHGB. Tapi dia sudah melakukan reklamasi,” kata Nusron kepada wartawan di Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Rabu 5 Februari 2025.
Setelah pemanggilan PT Tunas, kata dia, Kementerian ATR/BPN akan memanggil kedua perusahaan lainnya.
“Kemudian, Minggu depan kami akan panggil PT CL sama PT MAN untuk melakukan proses renegosiasi,” kata Nusron seperti dikutip dari detik.com.
Nusron mengatakan, HGB terbagi pada daratan dan lautan. Meski demikian, dia mengakui, kementeriannya tidak bisa langsung mencabut HGB PT Cikarang Listrindo (CL) dan PT Mega Agung Nusantar (MAN) karena kementerian tidak bisa menggunakan asas contrarius actus atau pembatalan keputusan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara (TUN).
“Contrarius actus kita dibatasi oleh PP 18 (PP 18 Tahun 2021) hanya usia 5 tahun, di bawah 5 tahun saya bisa, Kohod saya bisa karena kami punya hak, usianya masih di bawah 5 tahun, tapi ini usianya sudah di atas 5 tahun,” terang Nusron.
Maka itu, Nusron mengaku bakal melakukan renegosiasi. Tujuannya meminta PT CL dan PT MAN membatalkan SHGB secara sukarela.
“Apa output negosiasinya? Tawaran pertama saya minta mereka membatalkan. Kalau dia tidak mau proses pembatalan, kami akan menggunakan hak kami karena itu laut,” pungkasnya.
Dia menegaskan, di sana merupakan laut bukan dataran. Sehingga, sambungnya, di sana tidak ada tanah.
“Saya bilang kan saya anggap itu tanah musnah. Karena memang faktanya tidak ada tanahnya sama sekali,” pungkasnya.
Kemudian, kata Nusron, opsi kedua yakni meminta pengadilan untuk membatalkan SHGB yang dimiliki kedua perusahaan tersebut.
“Kalau memang dia masih ngotot ya kami akan minta supaya pengadilan untuk membatalkan. Karena faktanya juga tidak bisa,” kata Nusron.
Nusron mengaku masih memiliki cara lain apabila kedua perusahaan itu masih tidak mau membatalkan SHGB-nya. Cara tersebut merujuk pada aturan PP Nomor 20 tahun 2021.
“Kalau dia masih ngotot sekali kami akan menggunakan pendekatan dalam konteks PP Nomor 20 tahun 2021, di mana pemegang hak atas tanah terutama kalau SHGB maupun SHGU itu kalau sifatnya pemberian hak bukan konversi, maka itu dalam waktu 2 tahun dia harus ada progres pembangunan” tuturnya.
Dia juga mengatakan, tidak ada pembangunan di lokasi. Sehingga, kata menteri asal Parati Golkar ini, tanah tersebut merupakan tana terlantar.
“Saya lihat ini tidak ada progres pembangunan. Sehingga itu bisa kita masukkan dalam tanah terlantar juga bisa,” tandasnya.
Sekadar diketahui, dalam kasus ini Kementerian ATR/BPN menemukan kalau PT Cikarang Listrindo memiliki 57 bidang dengan luas 64,0645 di luar garis pantai laut Bekasi. Sementara di dalam garis pantai memiliki 21 bidang dengan luas 26.0954 hektare. PT Cikarang Listrindo memiliki total 78 bidang dengan luas 90,159 hektare di kawasan laut Bekasi.
Sementara PT Mega Agung Nusantar memiliki total 268 bidang dengan luas 419.635 ha. Perusahaan ini memiliki 211 bidang dari luar garis pantai dengan luas 346.382 ha. Sementara di dalam garis pantai terdapat 57 bidang dengan luas 73,253 ha.