KPK Tegaskan OTT Bupati Kolaka Timur Tidak Berkaitan dengan Rakernas Nasdem

Gedung KPK
Logo KPK di Gedung Merah Putih.

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara, Abdul Azis, tidak dilakukan saat berlangsungnya Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Nasdem.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Rakernas Partai Nasdem digelar pada Jumat, 8 Agustus 2025. Namun, Abdul Azis lebih dulu diamankan tim KPK di Makassar pada Kamis malam, 7 Agustus 2025, sebelum acara tersebut dimulai.

Bacaan Lainnya

“Terkait dari acara salah satu partai, itu berdasarkan rundown-nya yang kami terima, acaranya adalah di hari Jumat, sedangkan kita melakukan upaya tangkap tangan di hari Kamis,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu, 9 Agustus 2025.

“Jadi, sesungguhnya proses tangkap tangan ini tidak dilakukan pada saat kegiatan itu berlangsung, jadi dilakukan sebelum kegiatan itu berlangsung, jadi tidak ada hubungannya dengan kegiatan dari partai tersebut,” tambahnya.

KPK memaparkan konstruksi perkara OTT tersebut yang terkait dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kolaka Timur dengan nilai proyek mencapai Rp 126,3 miliar. Dana tersebut bersumber dari DAK dan pengerjaan desain awal proyek dibagi oleh Kementerian Kesehatan kepada sejumlah rekanan melalui penunjukan langsung.

Basic design RSUD Kolaka Timur dikerjakan oleh PT Patroon Arsindo yang diwakili Nugroho Budiharto. Pada Januari 2025, terjadi pertemuan antara Pemkab Koltim dan Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan RSUD tipe C di wilayah tersebut.

KPK menduga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, Ageng Dermanto (AGD), menyerahkan sejumlah uang kepada PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, yaitu Andi Lukman Hakim (ALH). Selanjutnya, Abdul Azis bersama beberapa pejabat Pemkab Koltim, termasuk Gusti Putu Artana, Danny Adirekson, dan Nasri, diduga pergi ke Jakarta untuk mengatur agar PT Pilar Cerdas Putra (PCP) memenangkan lelang pembangunan RSUD yang telah diumumkan di laman LPSE Koltim.

Ageng juga diduga memberikan uang Rp 30 juta kepada Andi di Bogor pada Maret 2025. Pada periode Mei–Juni 2025, Deddy Karnady (DK) dari PT PCP menarik uang sekitar Rp 2,09 miliar, menyerahkan Rp 500 juta kepada Ageng di lokasi proyek RSUD, serta menyampaikan adanya komitmen fee sebesar 8 persen dari nilai proyek.

DK kemudian menarik cek senilai Rp 1,6 miliar yang diberikan kepada Ageng, yang selanjutnya diserahkan kepada staf Abdul Azis, Yasin. “Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui oleh Saudara ABZ, yang di antaranya untuk membeli kebutuhan Saudara ABZ,” ungkap Asep.

Selain itu, DK juga menarik tunai Rp 200 juta untuk Ageng dan Rp 3,3 miliar dari PT PCP. KPK menemukan bukti OTT berupa uang tunai Rp 200 juta yang diduga bagian dari komitmen fee senilai total Rp 9 miliar.

Penetapan Tersangka dan Penahanan

KPK resmi menetapkan Abdul Azis sebagai tersangka dan menahannya bersama empat pihak lain, yakni Andi Lukman Hakim, Ageng Dermanto, serta dua pihak swasta dari PT PCP, Deddy Karnady dan Arif Rahman.

“KPK selanjutnya melakukan pemeriksaan intensif terhadap para pihak dan telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup. Kemudian KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 5 orang sebagai tersangka,” kata Asep.

Kelima tersangka ditahan selama 20 hari pertama, mulai 8 hingga 27 Agustus 2025, di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih. Abdul Azis bersama Ageng dan Abdi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pos terkait