KPK Sita 15 Mobil Anggota DPR dalam Skandal CSR BI-OJK

Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) Budi Prasetyo.

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 15 unit mobil mewah milik anggota DPR RI, Satori, yang diduga berkaitan dengan kasus penyalahgunaan dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penyitaan kendaraan dilakukan di sejumlah lokasi di Cirebon, Jawa Barat.

“Bahwa sejak hari kemarin dan hari ini, penyidik telah melakukan penyitaan terhadap 15 kendaraan roda empat berbagai jenis milik saudara S (Satori). Penyitaan dilakukan di beberapa lokasi, sebagian dari showroom yang telah dipindahkan ke tempat lain,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa, 2 September 2025.

Bacaan Lainnya

Menurut Budi, langkah penyitaan ini merupakan bagian dari upaya pelacakan aset hasil tindak pidana korupsi. KPK memastikan proses pengusutan masih berlanjut untuk mengungkap seluruh aliran dana dan barang bukti yang terkait.

“Penyidik masih akan terus menelusuri aset-aset lain yang diduga terkait atau merupakan hasil dari dugaan tindak pidana korupsi ini yang tentunya dibutuhkan dalam proses pembuktian maupun langkah awal untuk optimalisasi asset recovery,” sebutnya.

Daftar Kendaraan yang Disita:

Toyota Fortuner: 3 unit

Mitsubishi Pajero: 2 unit

Toyota Camry: 1 unit

Honda Brio: 2 unit

Toyota Innova: 3 unit

Toyota Yaris: 1 unit

Mitsubishi Expander: 1 unit

Honda HR-V: 1 unit

Toyota Alphard: 1 unit

Latar Belakang Kasus

KPK sebelumnya menetapkan dua anggota DPR RI, Satori dan Heri Gunawan, sebagai tersangka dalam perkara ini. Skandal bermula dari kewenangan Komisi XI DPR dalam menetapkan anggaran untuk BI dan OJK. Dalam rapat tertutup pada 2020, 2021, dan 2022, disepakati adanya program CSR yang dialokasikan untuk setiap anggota Komisi XI DPR.

Dana tersebut disalurkan melalui yayasan yang dikelola masing-masing anggota DPR, dengan pembahasan teknis dilakukan oleh tenaga ahli serta pihak dari BI dan OJK. Namun, hasil penyelidikan KPK mengungkap bahwa dana yang semestinya digunakan untuk kegiatan sosial justru disalahgunakan.

Akibat praktik ini, negara mengalami kerugian besar karena dana CSR yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat dialihkan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset mewah seperti kendaraan.

Pos terkait