Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap dugaan penyimpangan dalam distribusi kuota haji tambahan tahun 2024 yang terjadi pada masa kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut. KPK menilai praktik tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian keuangan negara, tetapi juga berdampak langsung terhadap jemaah haji Indonesia.
Wakil Ketua KPK, Budi, mengungkapkan bahwa sekitar 8.400 calon haji reguler kehilangan haknya karena kuotanya dialihkan ke haji khusus. Pergeseran ini, menurutnya, berdampak serius karena memperpanjang antrean keberangkatan jemaah.
“Bicara kerugian umat ya terkait dengan waktu tunggu ini bisa dibilang cukup masif karena ada 8.400 kuota yang digeser dari haji reguler ke haji khusus,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa 19 Agustus 2025.
Pada 2024, Indonesia memperoleh tambahan 20.000 kuota haji dari Pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, pembagiannya semestinya 92% (18.400) untuk jemaah reguler dan 8% (1.600) untuk haji khusus.
Namun aturan tersebut dilanggar. Melalui SK Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani langsung oleh Gus Yaqut, alokasi kuota diubah menjadi 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus. Perubahan ini otomatis menggeser 8.400 kuota reguler menjadi kuota khusus.
“Harusnya haji reguler minimal 18.400, tetapi dipangkas jadi 10.000. Artinya ada 8.400 kuota yang dialihkan ke haji khusus,” jelas Budi.
Kondisi tersebut membuat ribuan jemaah reguler yang seharusnya berangkat pada 2024 terpaksa menunda keberangkatan mereka. Bahkan, KPK memperkirakan antrean haji bisa mundur hingga beberapa tahun, padahal masa tunggu di sejumlah daerah saat ini sudah mencapai belasan hingga puluhan tahun.
“Artinya ada jamaah yang antreannya digeser. Seharusnya berangkat tahun ini, tetapi karena ada pergeseran ke kuota khusus, mereka tertunda keberangkatannya,” tambahnya.
Selain berdampak bagi calon jemaah, KPK juga menduga negara menanggung kerugian lebih dari Rp 1 triliun. Kerugian itu berasal dari komitmen fee yang dipungut untuk setiap kuota haji khusus, dengan nilai berkisar antara US$ 2.600 hingga US$ 7.000 atau setara Rp 42 juta sampai Rp 113 juta per kuota.
KPK menduga praktik ini melibatkan sejumlah pihak di Kementerian Agama yang bekerja sama dengan agen travel penyelenggara haji khusus.
“Selain kerugian bagi jemaah, tentu ada kerugian keuangan negara yang menjadi fokus dalam penanganan perkara ini,” pungkas Budi.