Jakarta – Polemik mengenai royalti musik memasuki fase baru. Kini masyarakat diimbau agar tidak merasa khawatir saat memutar lagu maupun menyanyikannya.
Isu ini dibahas dalam rapat konsultasi DPR RI bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej serta Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Rapat tersebut dipimpin langsung Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, di ruang Komisi XIII DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 21 Agustus 2025.
Turut hadir Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir, Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya, Dirjen Kekayaan Intelektual, Direktur Hak Cipta, Komisioner LMKN, Ketua Vibrasi Suara Indonesia (VISI), Ketua Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), serta sejumlah musisi Tanah Air seperti Ariel NOAH, Sammy Simorangkir, dan Vina Panduwinata.
Usai rapat, Dasco menegaskan diperlukan audit terhadap sistem royalti musik demi memastikan transparansi.
“Tadi telah disepakati bahwa delegasi penarikan royalti akan dipusatkan di LMKN, sambil menyelesaikan Undang-Undang Hak Cipta dan dilakukan audit untuk transparansi kegiatan-kegiatan penarikan royalti yang ada selama ini,” ujar Dasco.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar tetap tenang dan tidak ragu dalam menggunakan karya musik.
“Nah, untuk itu, kepada masyarakat luas diharapkan untuk tetap tenang, untuk dapat kembali seperti sedia kala, memutar lagu tanpa takut, untuk kemudian penyanyi juga tanpa takut,” ucapnya.
Menurut Dasco, polemik ini perlu segera ditutup agar ekosistem musik tetap kondusif.
“Karena dinamika yang terjadi sudah disepakati untuk sama-sama diakhiri dan kita akan jaga suasana supaya tetap kondusif,” tambahnya.
Dalam rapat, pemerintah juga memaparkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkum) Nomor 27 Tahun 2025 tentang pengelolaan royalti musik. Aturan tersebut mempertegas struktur LMKN dan meningkatkan transparansi distribusi royalti.
Eddy Hiariej menjelaskan beberapa poin utama dari Permenkum tersebut, termasuk struktur kelembagaan LMKN, biaya operasional sebesar 8 persen, serta jangkauan pengguna komersial yang diperluas hingga lebih dari 20 layanan analog maupun digital.
“Yang ketiga, jangkauan pengguna komersial lebih eksplisit, lebih dari 20 layanan komersial analog dan digital,” kata Eddy.
“Yang keempat, LMK wajib mengunggah seluruh data informasi pencipta, pemegang hak cipta atau pemerintah terkait dalam pusat data lagu dan atau musik,” sambungnya.
Lebih jauh, Dasco juga mengusulkan agar penyelenggara konser atau event wajib melunasi royalti sebelum mengajukan izin acara.
“Saya dalam 1-2 minggu terakhir juga sudah kerap koordinasi dengan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam rangka pemberian izin untuk konser, misalnya, mereka bersedia, kemudian nanti pemberian izin konser itu juga harus sudah melalui pelunasan dari EO terkait hak cipta,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa tanda lunas pembayaran royalti harus menjadi salah satu syarat mutlak sebelum izin pertunjukan diterbitkan.
“Izin pertunjukan, kalau belum memberikan tanda bahwa dia sudah membayar melunasi royalti lagu-lagu yang akan dibawakan, karena sesungguhnya benar bahwa itu merupakan komponen dari biaya,” kata Dasco.
Menurutnya, pembayaran royalti harus dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari total biaya produksi sebuah acara.
“Bahwa artisnya sekian, ya lagunya sekian, nah ini komponen biayanya, tukang make-up-nya sekian, nah itu kemudian nanti dikasih kepada sponsor, termasuk apa, komponen penjualan tiket kan begitu kira-kira,” pungkasnya.