Di Tengah Perang Dagang, Kadin Minta Pemerintah Perkuat Ekonomi Domestik

Anindya Bakrie Kadin Indonesia
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie. [Foto : IG/@anindyabakrie]

Jakarta – Ketua Umum (Ketum) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie optimistis bakal membawa Tanah Air bersaing di kancah global meski kini berada di tengah ketegangan geopolitik akibat perang dagang. Hal itu harus dilakukan dengan ketenangan, konsistensi kebijakan, serta strategi ekonomi yang menyeluruh, dan berkelanjutan untuk dapat mencapai target tersebut.

“Saya rasa kita sangat siap (bersaing di kancah global). Kita mesti stay calm, stick with the plan, dan enjoy the ride,” kata Anindya di The Ritz Carlton SCBD, Jakarta, Selasa 22 April 2025.

Meski demikian, kata dia, kebijakan itu harus diiringi dengan kerja sama strategis. Terutama dalam menghadapi penerapan tarif dagang dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

“Karena setelah perang dagang ini ditemukan obatnya, yang saya rasa kalau ke Amerika (Serikat) itu merelokasi impor daripada migas yang 40 miliar dolar AS untuk bisa menjembatani 18 miliar dolar AS yang surplus itu,” kata Anindya.

Apabila hal itu dilakukan, menurutnya, tarif aka kembali normal. Kemudian, sambungnya, hal itu juga dapat membuka peluang ekspor lainnya.

“Nah setelah itu semua dilakukan, artinya tarif akan kembali senormal mungkin. Pasti akan ada increase paling tidak 10 persen. Tapi ini membuka peluang ekspor kita seperti elektronik, footwear, dan apparel untuk tumbuh lebih besar,” katanya.

Kemudian, masih kata Anindya, penguatan ekonomi domestik juga penting sebagai fondasi pertumbuhan nasional.

Lebih lanjut, Anindya juga menekankan pentingnya penguatan ekonomi domestik sebagai fondasi pertumbuhan nasional. Dengan konsumsi domestik yang menyumbang sekitar 55-60 persen dari PDB, dia menilai, Indonesia memiliki daya tahan kuat terhadap guncangan eksternal.

“Kita punya konsumsi domestik ini kan 55-60 persen, yang artinya cukup resilien. Nah, tapi konsumsi domestik ini juga mesti dikembangkan, karena kita tidak menafikan efek daripada perang dagang ini, walaupun kita bilang hanya 9 -10 persen, tapi ada 2,1 juta pekerja yang at-risk kalau misalnya ada apa-apa,” terang Anindya.

Menurutnya, perlunya mengembangkan pasar baru untuk memperkuat pasar domestik. Salah satunya, kata dia, pengembangan budidaya lobster di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bisa dikembangkan bersama mitra internasional untuk ekspor ke pasar global, terutama AS.

Menurutnya, perbedaan besar antara nilai konsumsi dan produksi daerah menjadi peluang bagi pembangunan ekonomi regional. Dengan total konsumsi mencapai Rp59 triliun dan produksi hanya Rp7 triliun, ada potensi besar untuk memperkuat produksi lokal, khususnya di sektor perikanan.

Pos terkait