Jakarta – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberlakukan moratorium terbatas terhadap layanan rekomendasi perubahan penggunaan tanah sawah di wilayah yang datanya belum selaras antara kondisi lapangan dengan dokumen tata ruang.
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, menjelaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan proses pembersihan data sawah untuk mengatasi ketidaksesuaian yang selama ini kerap terjadi. Langkah tersebut menjadi upaya awal dalam mengendalikan alih fungsi lahan, khususnya lahan pertanian produktif.
“Banyak kasus lahan fisik bukan sawah, tapi dicatat sawah, atau sebaliknya. Pekerjaan kita dalam waktu dekat, yaitu memperbaiki data. Kalau datanya sudah benar, maka proses perizinan atau layanan tidak perlu lagi bergantung pada LSD (lahan sawah dilindungi),” ujar Nusron dalam keterangan tertulis, Sabtu, 13 September 2025.
Kebijakan ini juga terintegrasi dengan penyusunan rencana aksi pengendalian alih fungsi lahan yang dikerjakan ATR/BPN bersama Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) dari KPK. Menurut Nusron, rencana aksi tersebut bertujuan menjaga ketahanan pangan nasional sekaligus menutup peluang praktik korupsi dalam perubahan tata guna lahan. Fokus utamanya adalah menekan laju alih fungsi lahan sawah menjadi non-sawah.
Ia menambahkan, pemerintah juga berencana mengintegrasikan data Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) ke dalam Rencana Tata Ruang sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
“Tujuan khususnya, meminimalisir praktik suap atau korupsi dalam layanan rekomendasi perubahan penggunaan tanah pada LSD,” jelas Nusron.
Dalam rencana aksi tersebut terdapat enam fokus utama, yakni kebijakan dan regulasi, proses bisnis, infrastruktur layanan, pengendalian program, komunikasi publik, serta koordinasi lintas sektor. Pemerintah juga menyiapkan langkah konkret seperti revisi aturan, penguatan sistem informasi, dan pelibatan kementerian terkait.
Koordinator Harian Stranas PK, Didik Mulyanto, menegaskan bahwa pihaknya sedang menelaah pendekatan ATR/BPN agar sesuai dengan agenda prioritas Stranas PK di bidang tata kelola ruang dan pertanahan.
“Alih fungsi lahan adalah salah satu isu strategis dalam pencegahan korupsi. Kami ingin memastikan bahwa rencana aksi ini bukan hanya responsif, tapi juga sejalan dengan prinsip tata kelola yang baik, akuntabel, dan berbasis sistem,” ujarnya.
Stranas PK menargetkan dua capaian penting: terkendalinya alih fungsi lahan pertanian, serta terbentuknya sistem nasional yang menjadi acuan bersama pemerintah pusat dan daerah. Tujuan akhirnya adalah menghapus tumpang tindih dalam perencanaan tata ruang.