Asal-Usul Demo Ricuh: Dari Ucapan Sahroni, Reaksi Publik, hingga Aksi Jalanan Berjilid-Jilid

DEmo di depan Gedung DPR RI. Foto: Antara

Jakarta – Gelombang unjuk rasa yang belakangan memanas hingga berujung bentrokan di ibu kota ternyata tidak lahir secara tiba-tiba. Akar peristiwa ini diduga bermula dari ucapan kontroversial politisi DPR, Ahmad Sahroni, yang memancing reaksi keras warga dan netizen.

Dalam sebuah forum, Sahroni menyampaikan pernyataan yang dianggap meremehkan keresahan masyarakat. “Kalau rakyat ribut di jalan, itu biasa saja. Jangan terlalu dibesar-besarkan,” ucap Sahroni. Pernyataan inilah yang kemudian viral di media sosial dan memicu kegeraman publik.

Bacaan Lainnya

Sejumlah figur publik ikut bersuara. Aktris Nafa Urbach melalui akun Instagram pribadinya menuliskan keprihatinan. “Jangan sepelekan suara rakyat. Mereka turun ke jalan karena terdesak, bukan karena ingin buat onar,” tulis Nafa. Ia menekankan, suara masyarakat seharusnya menjadi pertimbangan, bukan bahan candaan.

Sementara itu, politikus sekaligus komedian Eko Patrio juga memberikan komentar senada. “Pejabat harusnya mendengar dan merangkul, bukan justru melukai hati rakyat dengan ucapan yang menyinggung. Aspirasi publik itu penting, jangan sampai situasi diperkeruh,” ujarnya.

Resonansi dari tokoh-tokoh publik ini membuat isu semakin meluas. Kekecewaan atas ucapan Sahroni berkembang menjadi kritik terhadap kebijakan pemerintah, lalu menjalar ke berbagai komunitas. Seruan aksi pertama pun digelar di depan Gedung DPR, diikuti kelompok mahasiswa, buruh, hingga pengemudi ojol.

Alih-alih mereda, gelombang protes justru menjelma menjadi demonstrasi berjilid-jilid. Setiap pekan, massa terus berkumpul menyuarakan ketidakpuasan, menuntut klarifikasi, bahkan mendesak perubahan kebijakan. Di beberapa titik, aksi berlangsung damai, namun di lain kesempatan situasi berujung ricuh akibat dorongan aparat dan eskalasi di lapangan.

Gelombang protes yang berawal dari satu pernyataan kini menjelma menjadi gerakan sosial yang lebih besar. Publik menuntut adanya tanggung jawab moral dari pejabat, sekaligus meminta negara lebih hadir dalam mengayomi rakyat, bukan justru menciptakan ketegangan.

Demo berlangsung sejak Senin 25 Agustus 2025. Kemudian, berlanjut pada Kamis 28 Agustus 2025 hingga saat ini demo berlangsung di Sejumlah lokasi.

Resonansi dari tokoh-tokoh publik ini membuat isu semakin meluas. Kekecewaan atas ucapan Sahroni berkembang menjadi kritik terhadap kebijakan pemerintah, lalu menjalar ke berbagai komunitas. Seruan aksi pertama pun digelar di depan Gedung DPR, diikuti kelompok mahasiswa, buruh, hingga pengemudi ojol.

BEM SI dan BEM UI Turun ke Jalan

Situasi kian memanas setelah insiden tragis menimpa Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, yang tewas terlindas kendaraan taktis Brimob saat aparat membubarkan demonstrasi di sekitar DPR pada 28 Agustus 2025.

Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) merespons dengan seruan aksi serentak. “Hari ini kita turun ke jalan bukan hanya menolak kebijakan yang merugikan rakyat, tapi juga menolak wajah anarko aparat,” tulis BEM SI melalui akun resminya @bemsi.official. Mereka mengumumkan aksi terpusat di Mabes Polri, Jakarta Selatan, serta di berbagai polda daerah.

Sementara itu, BEM Universitas Indonesia (BEM UI) juga menyerukan unjuk rasa dengan tajuk “Seruan Aksi #AparatKeparat”. “Kami mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersatu menyuarakan aspirasi, menegaskan sikap, dan menuntut Polri menghentikan tindakan sewenang-wenang,” tulis BEM UI lewat akun @bemui_official.

BEM UI menuntut pertanggungjawaban Polri atas tewasnya Affan. “Institusi yang semestinya melindungi berubah menjadi algojo berseragam, meremukkan harkat dan martabat warga sipil,” tegas mereka.

Pos terkait