Jakarta – Empat dari lima badan usaha (BU) swasta resmi menyepakati perjanjian kerja sama dengan PT Pertamina (Persero) terkait penyaluran BBM impor tambahan melalui mekanisme business to business (B2B). Namun, masih ada satu BU yang belum menandatangani kesepakatan hingga Rabu, 24 September 2025 malam.
Juru Bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dwi Anggia, membenarkan kabar tersebut. Menurutnya, Pertamina sudah menyiapkan seluruh persyaratan yang dibutuhkan.
“Kalau memang niat baik untuk menyelesaikan masalah agar masyarakat bisa terlayani, ya harusnya segera laksanakan B2B-nya supaya barang bisa disalurkan,” ujar Dwi di Jakarta.
BBM Sudah Masuk Indonesia
Dwi memastikan bahwa BBM impor tambahan yang dipesan Pertamina sudah berada di Indonesia. Pasokan tersebut diperuntukkan bagi SPBU swasta, setelah sebelumnya melalui uji spesifikasi internasional oleh Lemigas dan mekanisme surveyor kolaboratif.
“Barangnya sudah ada di Indonesia,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa Pertamina tidak mengambil keuntungan dari proses ini. “Prioritas kita adalah memastikan barang tersedia di masyarakat untuk melayani konsumen,” tambah Dwi.
B2B, Bukan Monopoli
Meski empat BU swasta sudah setuju, distribusi tetap bergantung pada kesepakatan dengan Pertamina. Kementerian ESDM hanya bertindak sebagai fasilitator agar mekanisme B2B berjalan lancar.
Dwi menjelaskan, alokasi kuota impor ke depan akan mempertimbangkan ekspansi serta pangsa pasar sektor swasta. Sesuai Perpres 61/2024 tentang Neraca Komoditas, BU swasta wajib menyampaikan kebutuhan impor tahun 2026 paling lambat Oktober ini.
“Jadi kalau ada istilah monopoli, impor satu pintu, itu tidak ada. Baik tahun ini maupun tahun depan, mekanisme yang dijalankan tetap B2B dan kolaborasi,” pungkasnya.