Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan proses penangkapan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara (Sumut) Topan Obaja Putra Ginting sudah sesuai dengan prosedur dan mendapatkan dukungan dari berbagai institusi. Topan dikenal dekat dan merupakan anak buah dari Gubernur Sumut Bobby Nasution sejak menjabat sebagai Wali Kota Medan.
“Alhamdulillah semua pihak-pihak terkait mendukung kami dengan baik,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/7/2025).
Saat operasi tangkap tangan (OTT) berlangsung pada Kamis, 26 Juni 2026, kata dia, puluhan penyidik KPK turun dari tiga mobil dan langsung memasuki rumah dinas berwarna putih yang sementara dipakai Topan Ginting sebagai kantor lantaran ruang kerja Kepala Dinas PUPR tengah direnovasi. Budi mengatakan, tindakan penyidik yang sudah sesuai dengan prosedur yakni memastikan proses pengamanan saat OTT tersebut berjalan kondusif.
Para penyidik mengenakan rompi bertuliskan KPK saat memasuki ruang kerja Topan Ginting dan langsung melakukan penggeledahan. Sementara itu, akses menuju halaman utama Kantor Kepala Dinas PUPR dijaga ketat oleh puluhan polisi dan petugas keamanan internal.
Ihwal kabar Topan mendapat pengawalan khusus dari anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sempat menghambat proses penangkapan, Budi mengaku belum menerima informasi tersebut.
“Namun sekali lagi, saya bisa pastikan semua proses tangkap tangan berjalan sesuai prosedur KPK, dan kami mendapat dukungan dari seluruh pihak terkait,” katanya.
Selain Topan, KPK menangkap lima orang lainnya dalam operasi tersebut. Mereka adalah Kepala UPTD Gunung Tua Rasuli Efendi Siregar, Pejabat Pembuat Komitmen Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto, serta dua pihak swasta, yaitu Dirut PT Dalihan Natolu Grup M. Akhirun Efendi Piliang dan kontraktor M. Rayhan Dulasmi Piliang. KPK menyita uang tunai senilai Rp231 juta yang diduga bagian dari komitmen fee proyek.
KPK juga telah menggeledah Topan Ginting pada Selasa 1 Juli 2025. Setelah itu, KPK melanjutkan dengan menggeledah rumah dinas atau rumah jabatan Topan di Jalan Busi yang letaknya tak jauh dari Kantor Dinas PUPR.
Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita uang tunai Rp2,8 miliar dan dua pucuk senjata. Seluruh barang bukti akan digunakan sebagai alat bukti dalam kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara.
“Hari ini tim KPK melakukan penggeledahan di rumah tersangka TOP. Dalam penggeledahan tersebut, tim mengamankan sejumlah uang senilai sekitar Rp2,8 miliar dan dua senjata api,” kata Budi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 2 Juli 2025.
Budi menjelaskan, senjata api yang disita penyidik itu berupa pistol jenis Bareta beserta tujuh butir amunisi, serta satu pucuk airsoft gun laras panjang beserta amunisinya sebanyak dua pak.
“Tentu temuan ini nanti akan dikoordinasikan oleh KPK dengan pihak kepolisian,” kata Budi.
Selain itu, kata Budi, KPK juga menyita beberapa dokumen-dokumen lainnya dalam penggeledahan tersebut.
Atas tindakan ini, Akhirun dan Rayhan diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.