Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa pihak yang diduga meraup keuntungan dari kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024 adalah sejumlah pejabat Kementerian Agama serta perusahaan travel yang bergerak di sektor haji dan umrah.
Kasus ini telah memasuki tahap penyidikan setelah KPK menerbitkan surat perintah penyidikan umum pada Kamis, 7 Agustus 2025.
“Kami berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak BPK, itulah (mendapatkan keuntungan) yang akan kami kejar,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu dini hari, 9 Agustus 2025.
Dalam perkara ini, KPK menerapkan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal 2 mengatur larangan memperkaya diri sendiri, pihak lain, atau korporasi secara melawan hukum yang menimbulkan kerugian negara. Sementara Pasal 3 menyoroti penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat negara untuk tujuan yang sama, yang juga mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Asep menjelaskan bahwa dalam konteks pasal tentang memperkaya diri sendiri, yang menjadi target penyelidikan adalah pejabat Kementerian Agama yang memiliki kewenangan memutuskan pembagian kuota haji di luar ketentuan. Berdasarkan aturan, tambahan kuota 20 ribu pada 2024 seharusnya dibagi 18.400 kuota (92 persen) untuk jemaah reguler dan 1.600 kuota (8 persen) untuk jemaah haji khusus.
Namun, faktanya, pembagian dilakukan sama rata: 10 ribu untuk jemaah reguler dan 10 ribu untuk jemaah khusus. Mengingat biaya haji khusus jauh lebih tinggi, alokasi ini menghasilkan keuntungan yang signifikan. KPK menilai pembagian tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Kemudian mendapatkan sejumlah uang. Nah, itu akan menjadi obyek untuk kita minta pertanggungjawaban supaya dikembalikan,” kata Asep.
Adapun pihak yang memperkaya orang lain atau korporasi dalam perkara ini merujuk pada perusahaan travel haji. Menurut KPK, perusahaan-perusahaan ini menerima tambahan kuota haji khusus secara ilegal. Lembaga antikorupsi itu akan menelusuri aliran kuota tersebut, termasuk ke travel mana saja dialokasikan.
“Perusahaan-perusahaan travel, di mana mereka yang seharusnya tidak menerima kuota tersebut,” ungkap KPK.