Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak berani memanggil Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerja Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut. Jika KPK tidak berani memangil menantu mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi), maka lembaga antirasuah itu akan digugat ke pengadilan.
Hal itu disampaikan Koordinator Masyarakat AntiKorupsi (MAKI) Boyamin Saiman. Dia mengatakan, apabila Lembaga Antirasuah itu tak kunjung memeriksa Bobby sebagai saksi dalam dua minggu, ia akan menggugat KPK ke prapradilan.
“Ini harus segera. Kalau tidak dipanggil dalam waktu dua Minggu, KPK akan saya gugat praperadilan. Karena dia saya anggap sudah berlaku tidak adil,” kata Boyamin kepada wartawan, Selasa (1/7/2025).
Boyamin mengatakan, dugaan korupsi yang menyangkut kepala dinas akan merembet ke kepala daerah. Namun, sambungnya, saat ini KPK seperti tak bergeming untuk memeriksa Bobby.
“Bahkan biasanya kalau KPK menangkap kepala dinas atau eselon dua selama ini menyasar kepala daerahnya, kalau gak kena kepala daerahnya mereka gak mau,” kata Boyamin.
Boyamin mengatakan, jika KPK tidak memeriksa Bobby, citranya akan jelek di mata masyarakat. Maka itu, dia meminta, agar KPK sesegera memanggil Bobby.
“Maka untuk memperbaiki citra harus memanggil Bobby. Itu harus dilakukan segera demi citra positif KPK,” katanya.
Dia juga meminta KPK untuk mendalami apakah Topan Ginting terlibat dalam kampanye Boby nasution di Pilkada Sumut, tahun lalu. Pasalnya, Boyamin menilai, lonjakan karier Topan terlalu cepat, dari camat pada 2019 hingga jadi kepala Dinas Pemkot Medan pada 2021 dan tingkat provinsi pada 2025.
Sebelumnya KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT), Kamis 26 Juni 2025 dini hari di Sumatera Utara. Dalam perkaa ini, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni Kepala Dinas PUPR Prov Sumut, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala UPTD Gn. Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Rasuli Efendi Siregar (res)Lalu, ada PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto (HEL), Direktur Utama PT DNG, Akhirun Efendi Siregar (KIR), Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
Dalam kasus ini Akhirun dan Rayhan diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP