Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana kembali memanggil mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut, untuk dimintai keterangan dalam penyidikan dugaan korupsi pembagian kuota haji tambahan tahun 2024. Keterangan Yaqut dinilai penting untuk melengkapi serta memperkuat bukti-bukti yang telah dikantongi penyidik.
“Secepatnya nanti akan dilakukan pemanggilan untuk pemeriksaan oleh penyidik,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2025).
Budi menjelaskan, pemanggilan tersebut juga diperlukan untuk mengklarifikasi temuan dari penggeledahan di rumah Yaqut. Meski begitu, ia belum menyampaikan kapan pemeriksaan itu akan dilakukan.
“Terlebih, sepekan kemarin telah dilakukan serangkaian penggeledahan, salah satunya di rumah yang bersangkutan. Tentu penyidik butuh untuk melakukan klarifikasi-klarifikasi atas temuan dalam penggeledahan tersebut,” tandasnya.
Sebelumnya, pada Jumat 15 Agustus 2025, KPK menggeledah kediaman Yaqut di Jakarta Timur. Dari penggeledahan itu, penyidik mengamankan berbagai dokumen dan barang bukti elektronik (BBE).
Budi menuturkan, seluruh BBE akan diekstraksi untuk menelusuri informasi yang relevan dengan kasus.
“BBE itu kan macam-macam ya, salah satunya seperti hand phone. Nah nanti akan diekstrasi akan dibuka isinya. Kita akan lihat informasi-informasi yang ada di dalam BBE tersebut. Tentu informasi yang ada di BBE sangat berguna bagi penyidik untuk menelusuri informasi-informasi yang dicari terkait perkara ini,” jelasnya.
KPK sendiri telah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan, meski belum ada pihak yang secara resmi ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga sudah mencegah sejumlah orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut Cholil Qoumas.
Dugaan korupsi ini berawal dari pembagian kuota tambahan haji 2024 yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang mengatur porsi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Namun kenyataannya, tambahan kuota sebanyak 20 ribu justru dibagi rata 50:50 antara haji reguler dan haji khusus. Skema ini kemudian dilegalkan melalui Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan.
KPK menduga ada kolusi antara pejabat Kementerian Agama dan pihak penyelenggara perjalanan haji dalam pembagian kuota tersebut. Lembaga antirasuah itu juga menelusuri adanya aliran dana yang berkaitan dengan terbitnya SK tersebut. Bahkan, sekitar 8.400 kuota haji reguler atau 42 persen diduga dialihkan menjadi kuota haji khusus, yang menguntungkan pihak travel.
Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian negara akibat praktik ini diperkirakan menembus lebih dari Rp1 triliun.